Minggu, 28 Februari 2010

Trombosit Turun Tak Selalu Demam Berdarah

Selain demam berdarah, ada beberapa penyakit lain yang ditandai oleh penurunan kadar trombosit. Apa sajakah itu? Pada mulanya, Desi (empat tahun) memang menderita demam. Ketika diperiksa lebih jauh, kadar trombositnya ternyata turun sampai 30 ribu/mm3. Dokter pun mendiagnosis Desi mengidap demam berdarah. Setelah delapan hari, suhu tubuh yang tadinya mencapai 39 derajat Celsius berangsur turun. Heni (30 tahun), sang ibu, tentu saja lega. Tapi ia mendeteksi keanehan. Pasalnya, pemeriksaan ulang menunjukkan, trombosit Desi anjlok, hingga tinggal 9.000/mm3. ”Saya sampai kaget, karena tidak demam lagi, saya pikir dia sudah sembuh dari demam berdarah (DB),” kata Heni. Ternyata rendahnya kadar trombosit dalam darah Desi memang bukan karena DB. Tapi karena tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang trombosit. ”Ternyata anak saya menderita ITP (Immunologic Thrombocytopenia Purpura), bukan DB. Syukur Alhamdulillah, setelah diberi obat oleh dokter, si kecil kini sudah sehat, ‘ jelas Heni lega.

Penurunan trombosit hingga di bawah batas normal memang kerap diidentikkan dengan demam berdarah, khususnya di kalangan awam. Padahal tidak selamanya demikian. Dalam keadaan normal, trombosit dalam darah mencapai 150 ribu-450 ribu/mm3. Dalam keadaan tidak normal, trombosit yang berperan dalam pembekuan darah ini bisa turun. Keadaan ini disebut dengan trombositopenia, yakni trombosit berada dalam keadaan rendah. Demam berdarah hanyalah salah satu penyakit yang ditandai oleh turunnya kadar trombosit. Menurut Prof dr Zubairi Djoerban SpPD KHOM, ahli hematologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/RS Cipto Mangunkusumo (RSCM), trombosit rendah bisa disebabkan oleh bermacam hal. Tapi secara garis besar, penurunan kadar trombosit disebabkan oleh dua hal yaitu kerusakan trombosit di peredaran darah, atau kurangnya produksi trombosit di sumsum tulang.

Kerusakan trombosit

Demam berdarah merupakan jenis kerusakan trombosit yang populer di masyarakat. Menurut kepala divisi Hematologi-Onkologi Medik Bagian Penyakit Dalam FKUI/RSCM ini, penyebab kerusakan trombosit dalam DB adalah infeksi. Selain demam berdarah, infeksi yang juga mengurangi trombosit adalah tifus. Kerusakan trombosit juga bisa terjadi pada penyakit ITP. Ini merupakan penyakit auto-imun di mana zat anti yang dibentuk tubuh malah menyerang trombosit. ”Melalui mekanisme imunologi tadi, trombosit menjadi berkurang,” jelas Zubairi. Pada ITP, gejalanya bisa berupa bercak-bercak perdarahan di kulit. Sementara pada DB, penderita mengalami demam dan penurunan trombosit tapi berangsur normal dalam delapan hari. ”Jika (trombosit rendah) lebih dari delapan hari, kita harus pikirkan kemungkinan yang lain. Salah satunya adalah ITP,” jelas hematolog yang juga dikenal sebagai salah satu dari sedikit pakar AIDS di Indonesia ini. ITP seringkali menyerang wanita usia reproduksi, yakni di bawah 35 tahun. Tapi bukan berarti, ITP tak bisa menyerang kelompok usia lanjut. Hanya saja, kasus ITP pada kelompok usia lanjut, terbilang jarang. ”Seperti penyakit lupus, ITP lebih sering ditemui pada wanita, laki-laki hanya sekitar dua persen,” kata Zubairi. Penurunan kadar trombosit juga bisa ditemui dalam kasus DIC (Disseminated Intravascular Coagulation). Biasanya, ini terjadi pada pasien dengan penyakit berat. ”Seperti pasien dengan sirosis hati, shock, infeksi kuman apapun dalam darah yang berat sekali, serta penyakit lupus,” lanjutnya. Trombosit yang rendah bisa juga dikarenakan produksi yang kurang. Penyakitnya bisa berupa anemia aplastik. Anemia aplastik terjadi jika sel yang memproduksi butir darah merah yang terletak di sumsum tulang, tidak dapat menjalankan tugasnya. ”Pada anemia aplastik, trombosit yang rendah juga disertai leukosit yang rendah sehingga sumsum tulangnya kosong,” jelas Zubairi. Selain anemia aplastik, trombosit yang rendah juga kerap ditemui pada penderita penyakit leukemia. Sering juga ditemui pada penderita penyakit mielofibrosis. Menurut Zubairi, pada penyakit ini keadaan limfa dan liver membesar. Sebenarnya, sewaktu kita lahir, trombosit diproduksi oleh limfa dan liver. Seiring pertambahan usia, fungsi ini kemudian dijalankan oleh sumsum tulang. Karena muncul penyakit mielofibrosis, sumsum tulang tidak berfungsi sehingga limfa dan liver kembali bekerja dan membesar. Untuk mengetahui penyakit mana yang diderita, perlu dilakukan tes. ”Tidak bisa karena trombosit rendah langsung dikatakan ITP,” ujar Zubairi. Menurutnya, dalam prinsip kedokteran semakin sedikit data maka akan semakin banyak kemungkinan.

Pengobatan

Pengobatan setiap penyakit berbeda. Pada penderita ITP, karena ada zat yang menyerang trombosit, tidak dilakukan transfusi trombosit. Pada ITP, transfusi trombosit justru akan merangsang zat anti untuk berproduksi. Jadi, pengobatan utamanya adalah dengan menghilangkan mekanisme auto-imun tadi. ‘Produksi antibodi ditekan dengan obat yang bersifat kortikosteroid seperti prednison,” tambah kepala Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia (PHTDI) ini. Jika tidak mempan dengan prednison, biasanya dilakukan operasi kecil untuk membuang limfa. Angka kematian akibat trombosit rendah cenderung kecil. Seperti demam berdarah, angka kematian pada orang dewasa di bawah 10 persen, dan sedikit lebih besar pada bayi dan anak-anak. ”Kecuali pada anemia aplastik yang berat dan leukemia”. ITP sendiri jarang menyebabkan kematian. ”Kecuali pada saat trombosit rendah, pasien terpeleset dan jatuh sehingga terjadi perdarahan di otak,” Zubairi memberikan contoh. Sampai batas berapa seseorang bisa bertahan dengan trombosit rendah? ”Tergantung,” jawabnya. Pada leukemia dan anemia aplastik, pasien dengan trombosit 20 ribu/mm3 sudah berdarah-darah. Sedangkan pada DB, hanya berupa bintik-bintik. ”Pada penderita ITP, meski trombositnya mencapai 15 ribu hingga 10 ribu, tidak ada perdarahan sama sekali, apalagi jika diberikan pengobatan”. Sedangkan penderita DIC bisa berdarah pada tempat infus hingga gusi. Menurut Zubairi, selain melihat jumlah trombosit, dokter juga akan melihat fungsinya, yakni masa perdarahan (bleeding time) yang normalnya mencapai 1-4 menit. Dari sisi jumlah, ada beberapa titik penting yakni 0, 20 ribu, 40 ribu, 100 ribu, dan 150 ribu. Untuk penderita DB misalnya, jika trombositnya sudah di bawah 100 ribu/mm3 sebaiknya diopname. Biasanya diberikan infus. Perlukah transfusi trombosit? Tidak perlu karena trombosit akan naik sendiri, kecuali jika trombosit sudah di bawah 20 ribu/mm3 dan terjadi perdarahan. Pemberian transfusi juga dilakukan dengan melihat masa perdarahan. ”Jika sudah lebih dari 10 menit, misalnya, berikan transfusi trombosit”. Sedangkan pada anemia aplastik dan leukemia, karena seringkali menyebabkan perdarahan, maka transfusi trombosit harus sering diberikan. Tapi ingat, transfusi trombosit sebaiknya diambil dari donor tunggal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar